Langsung ke konten utama

Ketika Allah Memilihkan Jodoh Untukku


Terkadang masih nggak percaya kalau anakku sudah 4. Sepertinya baru beberapa waktu lalu aku bertemu sama lelaki yang akhirnya menjadi suamiku. Kenal hanya 3 minggu, kemudian dia melamarku di minggu ke 4, kemudian menikah 5 Minggu setelah dilamar, sebulan setelah menikah langsung hamil, dan sekarang tahu-tahu anaknya 4 haha. Waktu begitu cepat berlalu.

Pertemuan yang tak diduga. 

Waktu itu aku masih bekerja di RS dr. Kariadi Semarang, ketika aku bertugas di poliklinik paviliun Garuda. Aku mengantarkan pasien yang mau rawat inap. Aku mendorong kursi roda pasien, ke ruang rawat inap. Di situ aku bertemu dengan salah satu perawat yang masih memakai seragam putih-putih. Seharusnya perawat RS memakai seragam warna hijau (pada waktu itu, tahun 2008). Kemudian aku bertanya kepada perawat itu, "kamu mahasiswa mana?" Karena biasanya mahasiswa praktek yang memakai baju putih. 
"Saya pegawai baru," kata dia. 
"Oh, belum punya seragam ya?" Tanyaku lagi. 
"Belum, belum dapat seragamnya." Emang kami selalu dapat seragam dari RS setahun 2x. 
"Aku punya seragam banyak, kamu mau? Kalo mau nanti aku kasih," aku menawarkan bantuan. 
"Iya mbak, mau." Jawab perawat baru itu. 
"Nama kamu siapa?" Tanyaku lagi.
"Umi." Jawabnya. 
"Kapan-kapan aku kabari ya," akupun menjanjikan. 

Percakapan aku sama Umi kami lakukan setelah pasien sudah masuk ke kamar dan kami sudah operan tugas. Jadi nggak mengganggu kerja kami. 

Singkatnya, beberapa hari kemudian aku menelpon ke ruangan tersebut, mencari perawat Umi. Akupun menanyakan, apa Umi jadi mengambil sergamku? Dia menjawab, iya mau, Insya Allah nanti malam. 

Malamnya Umi datang bersama suaminya. Ternyata mereka pengantin baru. Akupun bercanda. "Wah, aku belum menikah, cariin dong... hehe..."
"Beneran mbak? Suamiku punya sahabat karib, dia belum menikah, namanya Sis." Kata umi serius. Entah kenapa aku mengiyakan. Jujur sebenarnya aku sudah punya calon, tapi status kami nggak jelas, si dia menghilang, kabarnya sedang tesis ambil S2. Rencananya kami juga mau menikah, tapi si dia beberapa bulan hilang kontak. Ya, aku pikir nggak salah cari jodoh, usia juga hampir 27, aku takut jadi perawan tua. 

Pertemuan pertama kami.

Umi begitu serius menanggapi candaanku, dia benar-benar mengenalkan aku pada seorang laki-laki, yang waktu itu baru kenalan melalui hp. Kami komunikasi lewat SMS. Tahun 2008 belum ada HP android, jadi SMS-an sama nelpon aja bisanya. 

Tak kusangka, akhirnya mereka datang juga ke kost-an ku. Padahal aku belum yakin apa bener aku siap dikenalkan. Aku cuma bercanda kok. Aduuuh gimana ini? 

Aku temui juga mereka. Jadi, Siswanto, lelaki yang dikenalkan padaku ini biasa saja, nggak terlalu tampan. Tapi kok, ada yang berkesan banget, sampai sekarang aku selalu ingat. Bulu matanya lentik. Haha... Sebagai cewek aku minder banget, aku pakai maskara aja bulu matanya nggak bisa panjang, si dia kok bisa hitam, tebal dan lentik ya. Orangnya sopan, dan pendiam. Hanya senyam-senyum saja. Ini memberi point tersendiri. Tidak seperti cowok pada umumnya yang sok sok caper. Dia begitu apa adanya (atau emang adanya gitu sih hehe). 

Pertemuan pertama itu, aku duduk berjajar baris 4 orang. Dari kiri ke kanan, aku, Umi, suaminya Umi, dan Sis. Jadi nggak begitu jelas sih aku liat orangnya, lagipula malam hari lampunya kurang terang ditambah kulitnya dia agak gelap. Sepulang mereka, dalam hatiku, lumayan juga hehe. 

Minggu depannya, Sis datang lagi , masih bareng Umi dan suaminya. Minggu ketiga datang lagi, kali ini sendirian, nggak diantar Umi dan suaminya lagi. Aku mulai merasa kalau dia suka sama aku. Tapi, mau dibawa kemana hubungan ini? Cuma hiha-hihi? Pacaran? Aku kan nyari suami. Maklum lah usia udah mau expired, target menikah usia 27 tahun, waktu itu 3 bulan menjelang ultahku ke 27. Akupun beranikan bertanya, "Kenapa kamu ke sini terus? Padahal Pati kan jauh?" Logikanya, ngapain ya seminggu sekali dari Pati selalu datang jauh-jauh ke Semarang? Ada apa coba? 
"Karena aku serius," Kata Sis. 
Aku pura-pura bego aja. "Serius apa?" Tanyaku.
"Ya, serius mau menikah sama kamu." Sumpah mau ketawa, polos banget dia ngomong gitu. 
Aku diam saja. Diapun gelisah. 
"Gimana?" Tanyanya menunggu kepastian. 
"Ehm, seminggu lagi ya aku jawabnya." Aku mau jual mahal ah. Nggak enak langsung jawab 'iya.'
Tiba-tiba dia merasa mual dan kemudian muntah-muntah. Ya Allah lucu sekali, baru setelah menikah aku tahu, dia cemas, sampai akhirnya gastritis-nya kambuh. Malam itu adalah pertama kali dia menyatakan perasaan sama cewek. 

Jawaban atas do'a-do'aku selama ini. 

Saya mau bercerita kisah ketika usiaku 25 tahun, dimana aku bagaikan mawar mekar yang begitu indah, wangi semerbak. Dimana lelaki banyak yang suka, eaaa... Haha. Tapi akunya kebanyakan milih-milih, sampai akhirnya semua cowok yang nggak aku pilih udah menikah semua, tinggallah aku mawar yang diabaikan, tanpa pemilik hehe. 

Menyadari keadaanku yang sudah hampir 27 tahun, tapi tak ada tanda-tanda akan menikah, aku berdo'a sama Allah. 
"Ya Allah, ampunilah kesombonganku. Aku rela menikah dengan siapapun asal Engkau yang pilihkan," Do'aku pada tiap-tiap seusai sholat. 

Tragis memang kisahku, sebelumnya di tahun 2008 itu, aku sudah hampir mau menikah, sudah mendaftar ke pak Lebe (Modin). Tapi, si lelaki nggak tahu kenapa menghilang, HP nggak bisa dihubungi, padahal aku juga sudah mengajukan cuti kantor. Si bos sudah ACC untuk cuti 6 hari. Mahar mukena dan sajadah juga sudah siap. Rencananya kami mau menikah sederhana, tanpa pesta. Dia cuma bilang, "Nanti usai idul Adha, kamu siapkan saja. Tanggalnya nanti aku kabari."
Sampai idul Adha berlalu, dia nggak bisa dihubungi. Sakit rasanya. 

Kenapa akhirnya aku mantap dengan Sis yang baru aku kenal 3 Minggu? Aku merasa ini jawaban Allah, atas do'aku. Siapapun yang datang, asal Allah yang pilihkan. Seseorang menyatakan diri mau menikahiku. Dan orang itu adalah Siswanto. Akupun merasa ini orangnya. 

Menunggu jawabanku seminggu ke depan, dia tak sabar. Akupun bilang, "Jika serius, orang tuamu datang ke rumahku."
Ternyata benar, Minggu depannya keluarga Sis datang ke rumahku, membawa cincin emas, dan jajanan lamaran. Ya Allah kaget banget aku. Ini orang pede amat yak, aku belum njawab, dia nekat ngelamar. Bilangnya mau ketok pintu dulu, tapi udah bawa gemblong, sama ketan haha. 

Entah gimana keluargaku juga setuju aja. Pada hari itu, kami langsung merencakan untuk menikah 5 Minggu ke depan. Akupun mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Termasuk keluargaku. Memesan undangan, mencari orang rewang, pesan pelaminan, dan lain-lain. 

Sebulan menjadi hari yang sibuk buatku. Kabar aku mau menikah cukup mengagetkan buat teman-teman, dan juga bosku. Bahkan bos meledekku, "Yang ini benaran? Nggak gagal lagi, to?"
"Insya Allah nggak, Bu." Jawabku pasti. 
Temen kost-ku bilang gini, "Pikirkan lagi deh, kamu terlalu cepat memutuskan menikah. Menikah itu untuk selamanya, jangan terburu-buru." Katanya menasehatiku. 
"Mbak, undangannya sudah dicetak." Kataku santai. 
"Undangan bisa dicetak lagi suatu saat." Dia masih serius menatapku. 
"Hehe gak papa mbak. Santai aja." Aku tertawa-tawa. 

Pun, dengan ibu kost-ku yang juga teman satu kerjaku. Ketika aku kasih undangan, dia bilang, "kamu pikirkan lagi, bener nggak kamu mau menikah ini? Kalau kamu nggak suka nggak usah dipaksa." Kata dia. 
"Lho, ya suka, tho..." Jawabku.
"Menikah itu sekali seumur hidup. Kamu sudah pikirkan?" 
"Sudah mbak hehe..." 

Mungkin kebanyakan orang mengira, ini hanya sebuah pelarian karena kegagalan pernikahanku sebelumnya. Kebetulan, cowok yang katanya masih tesis kuliah S2 itu, mendengar aku mau dilamar, jadi sehari sebelum aku dilamar sama Siswanto, dia datang ke kost-an. Aku tanya, selama ini kemana? Kenapa HP nggak bisa dihubungi? Kenapa aku tunggu nggak datang, janjinya kita mau menikah bulan haji? Dia memang pernah sekali datang ke rumahku, dan menyampaikan kepada ibuku untuk serius sama aku. Makanya ibuku juga kecewa, dia nggak jadi datang untuk menikahiku. 

Dia bilang, masih sibuk kuliah, dan pekerjaannya juga sangat padat. Ya, dia memang bekerja, sambil mengambil kuliah S2 di Undip. Tapi mendiamkan aku begitu lama tanpa kabar juga menjengkelkan. Akupun bilang, "Besok aku mau dilamar orang." 
Tapi dia hanya diam. Kata dia, mungkin aku belum menjadi jodohnya. Pertemuan kali itu, aku semakin yakin bahwa Sis adalah lelaki yang Allah pilihkan. Walaupun akhirnya aku tahu, katanya si mantanku itu menyesal mengabaikanku, dan seharusnya dia akan menikahiku di bulan November, tepat di usiaku ke 27. Ah, ujian apalagi ini? Aku hanya akan menikah dengan yang sudah pasti. Kapok harus kecewa 2 kali. 

Nah, karena kejadian inilah yang membuat teman-teman menganggap aku terburu-buru mengambil keputusan. 

Hari pernikahan tiba. 
Tepatnya hari ke 7 di bulan Syawal. Itu adalah kali kedua keluarga Sis datang ke rumahku. Yang pertama adalah hari ketuk pintu (menayankan untuk dinikahi). Yang kedua adalah hari pernikahan kami. Aku dihias layaknya pengantin dengan kebaya dan jilbab berwarna putih, dengan melati yang menjuntai dari kepala hingga bahuku. Inilah hari yang begitu bahagia bagiku. Aku masih di kamar, ketika ijab qobul diucapkan. Aku deg-degan ketika akhirnya pak kyai mengatakan, "Sah!"
Masya Allah... Usai akad nikah, kami dipertemukan, dan aku bersalaman. Aku menatapnya yang senyam-senyum masih seperti pertama kali berjumpa. Menatap matanya dengan bulu mata hitam yang lentik, senyum itu tak bisa kulupakan. 

Pertama kali kami hanya berdua di kamar, aku bertanya, "kita sudah menikah ya?" Suamiku tetawa. 
"Kita sudah halal ya?" Haha kami tertawa bersama. Menjadi halal begitu mudah, kenapa banyak orang yang enggan menyegerakan. Sungguh, pengantin baru yang indah. 

Dua menjadi menjadi tiga. 
Tak menunggu lama, satu bulan kemudian aku sudah hamil, Alhamdulillah rejeki datang begitu cepat. Mendapat jodoh, kemudian dikaruniai momongan. Alhamdulillah tahun 2009 bayi pertama kami lahir. Persalinan anak pertama memakan waktu, tenaga dan emosi yang lumayan. Kami merenung, kok tahu-tahu sudah punya anak ya? Padahal baru kemarin kenal. Haha aku dan suami tertawa. 

Dua menjadi 6

Tahun 2018, usiaku sudah 37 tahun. Tiba-tiba aku merasa meriyang, tapi kok doyan makan. Sepertinya aku hamil lagi. Tapi, usiaku sudah tak lagi muda, masa hamil? Akupun melakukan tes kehamilan, dan ternyata aku positif hamil. Alhamdulillah di tahun 2019 bayi ke 4 kami lahir. Seperti biasa, ketika bayi sudah lahir kami merenung. Kok tahu-tahu sudah 4 ya anaknya? Haha. Waktu berlari begitu cepat. 

Meski pernikahan kami sudah menginjak hampir 12 tahun, tapi suami hampir tidak pernah bilang, "Aku cinta kamu." Nggak tahu kenapa, laki-laki itu pelit kata cinta ya? Katanya sih, "Kalau nggak cinta ngapain menikahi?"
Katanya juga, "Anak udah 4, tiap hari diurusi, masih nanya cinta nggak? Kurang bukti ya?" 
Jadi seoarng laki-laki, menyatakan cinta dengan bukti, bukan kata-kata. Kalau sekarang istri cinta, ya bilang cinta. Harus diucapkan biar nyata perasaannya. Haha. 
"Mas, kamu cinta aku nggak sih?" Godaku. 
"Nggak tahu." Jawab suami. Ah, dasar. Hihi... 

Jodoh itu pasti.

Jika saja aku tahu, jodoh itu pasti datang dengan mudah, tak perlulah aku jatuh cinta sama orang lain, selain suamiku ini. Tak perlulah aku patah hati sama siapapun yang tak jadi menikahiku. Tapi, mungkin begitulah Allah membuat cerita untukku, biar aku menyadari bahwa Allah memberikan pasangan sesuai yang Allah tahu. 

Sesungguhnya Allah tahu, tak perlu kita dikte. Tak perlu kita bilang, "Aku mau jodoh ganteng, kaya, sayang, romantis."
Tapi cukuplah bilang, Ya Allah, berilah aku jodoh siapapun asal Engkau yang memilihnya."
Allah maha sayang, kita tak akan diberi yang salah. Allah maha tahu, bagaimana pasangan yang tepat buat kita. 
Sampai detik ini aku sangat bersyukur, menikah dengan lelaki yang apa adanya, sopan, dan sederhana. Tapi teenyata dia lelaki hebat, yang mengambil penuh tanggung jawab nya. 

Semoga Allah selalu menjaga pernikahan kami dari segala fitnah. Allah adalah sebaik-baik penjaga. Aku ingin cinta kami seperti Muhammad dan Khadijah yang menjadi satu-satunya. Seperti Habibi dan Ainun yang melegenda.






Komentar

  1. So sweet kalo baca kisahnya...😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kayak gula haha. Makasih ya, jadi pembaca setia di blogku .

      Hapus
  2. Romantis writing . Saya sangat suka, " jika aku tahu, jodoh akan datang, tak perlu saya mencintai lelaki lain, selain suamiku. "

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senja dulu dan senja kini tetap indah bagiku

Sebuah pekerjaan menjadikan aku hanya bertemu fajar dan senja kala itu.  Tahun 2008 aku adalah perempuan smart single sukses dalam versiku. Sebelum menikah dengan suamiku, seharusnya aku menyadari jarak antara kami. Semarang dan Pati. Kala itu, aku masih single, PNS di sebuah RS besar di Semarang. Seorang teman mengenalkan aku dengan sahabat suaminya. Katanya, "Diantara 4 sahabat, hanya dia yang belum menikah, orangnya baik, siapa tahu kalian jodoh." Begitulah kira-kira bujuk temanku. ⁣⁣ "Tapi... Pati kan jauh, gimana nanti?" Tanyaku ragu.⁣⁣  "Halaaaah... Pikir nanti." Sergah temanku. ⁣⁣ Ya sudahlah. Akupun mengabaikan tempat tinggal lelaki yang akan dikenalkan padaku. ⁣⁣ ⁣⁣  Singkat cerita, aku dan calon suami yang kala itu baru kenal 2 bulan akhirnya menikah. Seminggu setelah menikah kami harus hidup terpisah, karena suami bekerja di Pati mengurus bisnis pertanian. Dan aku mengontrak rumah kecil di Semarang.  Rindu? Pasti. Setiap hari kami sa